TANGGUNG RENTENG

Dengan System Tanggung Renteng marilah kita tingkatkan kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat

Minggu, 11 November 2007

Menegakkan System Tanggung Renteng

Memang sulit membuat setiap anggota tetap terus memegang penuh atas kewajiban mereka.... baik pada saat mereka datang saat pertemuan kelompok maupun bayar angsuran mereka. Tapi perlu ditegaskan setiap ada pertemuan kelompok maka setoran kelompok tersebut harus klop. kalau tidak..... seperti biasa anggota harus tanggung renteng...

Mungkin tulisan diatas terlihat sederhana . oh cuman gitu tjo..??! coba aja dipraktekan langsung dilapangan.... buaanyak dech permasalahan yang timbul....
mulai dari anggota yang tidak hadir dari kelompok, lalu bayar tapi kurang, setoran udah klop tapi pas mau disetorkan kurang (dipinjam PJ dulu) dan lainnya hehehe ...

jadi penegakkan system tanggung Renteng amatlah sulit. dan menurut kabar berita nich... system Tanggung Renteng udah didaftarka HAKI (HAk Atas Kekayaan Intelektualnya) OLeh INKOWAN...!! Apa benar masih kita kroscekkkan...???

selanjutnya...

Rabu, 17 Oktober 2007

Mohon Maaf Lahir dan Batin

Dihari nan fitri ini penulis mengharap permohonan maap dari para pembaca.. ataupun temen- temen untuk memaapkan diri kami... apabila ada kata ataupun sesuatu yang tidak berkenan dihati para pembaca.. ataupun teman-2 kami mohon maap yang sebesar- besarnya...

Semoga ditahun tahun akan datang tanggung renteng semakin jaya dan menjadi titik utama kemajuan bangsa Negara kita Indonesia. JAyalah Tanggung Renteng

selanjutnya...

Rabu, 03 Oktober 2007

Together to growth up

Yach.... apabila dalam suatu kelompok tanggung renteng tidak mau memiliki hati saling memiliki dan membutuhkan bisa lho mengakibatkan awalnya kehancuran kelompok itu. Kebersamaan harus selalu dipupuk agar para anggota selalu memiliki jiwa yang lebih mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi..
Amanah/ Kepercayaan yang diberikan antar anggota harus selalu dijaga demi kelangsungan bersama. Tidaklah mudah mempraktekan system tanggung renteng ini... diperlukan pengorbanan semua pihak untuk menjadikan semua lebih berhasil ataupun sukses.

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

selanjutnya...

Minggu, 19 Agustus 2007

Jointly responsible

tanggung renteng in english can said like Jointly responsible...
but you must know if System Tanggung Renteng can't be change with another language. That is a patent ... what do you think?!

selanjutnya...

Selasa, 14 Agustus 2007

Muhammad Yunus ke indonesia

Kalau diperhatikan system yang dipakai Pemenang Nobel Perdamaian tahun 2006 dari Bangladesh, Muhammad Yunus ( pendiri Grameen Bank ) memiliki system hampir sama dengan tanggung renteng.. cuman bagaimana penerapannya apabila tidak memakai kelompok... orang indonesia masih sulit untuk bisa menjalankan usaha khususnya mereka warga miskin... karena pendidikan disekitarlah yang mempengaruhi.

ide M. Yunus bahwa yang dipinjami layak adalah perempuan karena merekalah manajer keluarga. system ini dipakai oleh tanggungrenteng yang kebanyakan anggotanya merupakan perempuan. Jadi bagaimana...?!?!? tinggal menekuni aja dech.. tanggung renteng lebih matang dan sudah terbukti di Indonesia. Lihat PUSKOWANJATI dengan anggota koperasinya... yang semua wanita.

Semoga benar tahun 2030 kita bebas dan tanggungrenteng jaya... Merdeka!!

selanjutnya...

Minggu, 05 Agustus 2007

Abadikan System Tanggung Renteng

Banyak sekali minat para koperasi yang ingin membuat system tanggung renteng di tempat mereka... tapi semua itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.... ingat sebuah system bisa berjalan apabila para pelaku bersedia dengan penuh rasa tanggung jawab menjalankan sistem tersebut dalam asas kebersamaan..

koperasi yang telah menerapkan sistem tanggung renteng biasanya berhasil dalam minimal 5 tahun ke depan.. Mungkin juga bisa lebih cepat tergantung para pembuat/ keputus kebijaksanaan gimana komentar anda...???!!

selanjutnya...

Minggu, 15 Juli 2007

Buku - buku tanggung Renteng

  1. Rahasia Sukses Tanggung Renteng Membangun Bisnis
    • Diterbitkan oleh Puskowanjati, Hak Cipta@2006 Daru Indiyo
  2. Tanggung Renteng Setia Bhakti Wanita
    • Limpad - Setia Bhakti Wanita 2003
  3. Tanggung Renteng Sebuah Biografi Mursia Zaafril Ilyas
    • Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita 1998

KAta kata Muiara dari Ibu Zaafril :
"Sistem Ekonomi dalam Koperasi Merupakan sistem yang mengarah pada kebersamaan dan bersandar pada kemanusiaan".

Buku bisa dipesan pada kami, kirim email anda ke : fidi_handoko@yahoo.com
atau ke inf0@setiabhaktiwanita.com

selanjutnya...

Rabu, 11 Juli 2007

Penerapan Tanggung Renteng

Perusahaan yang sudah mapan pastilah ditunjang dengan manajemen yang kuat...
karyawan yang bisa diandalakan .... dan salah satunya adalah semua berjalan kondusif..

Apa bisa system tanggung renteng ini diterapkan di perusahaan..???
menurut pendapat saya pribadi... harusnya bisa donk... cuman sytem / cara kerjanya bagaimana itulah yang perlu kita bahas.... karena perusahaan harus punya cara mengendalikan semua kepada seluruh jajaran staffnya.....

masih kita cari perusahaan yang bukan koperasi yang berhasil dengan memakai sistem tanggung renteng nya..

selanjutnya...

Rabu, 04 Juli 2007

Sejarah Tanggung Renteng


Tanggung Renteng atau TR adalah sistem yang dikembangkan dari pola “tanggung menanggung”, yaitu pola yang sebelumnya digunakan oleh satu kumpulan arisan ibu-ibu di Malang pada tahun 1953. Ibu Mursia Zaafril IlyasKumpulan arisan ibu-ibu inilah yang kemudian menjadi cikal bakal bagi terbentuknya Koperasi Wanita Setia Budi Wanita di Malang, yang dipimpin oleh Ibu Mursia Zaafril Ilyas.

Beliau pulalah yang memberi nama pola tanggung- menanggung bagi fenomena tersebut. Beliau pula yang pada gilirannya mengembangkan pola tersebut menjadi pola Tanggung Renteng dengan melalui penerapannya dalam kelompok-kelompok anggota koperasi wanita yang dibentuknya itu.

Selanjutnya pola Tanggung Renteng dikembangkan menjadi satu sistem pengendalian pada berbagai koperasi wanita, yang tumbuh di sekitar kota Malang.

Kini, sistem Tanggung Renteng telah diterapkan oleh lebih dari 45 koperasi wanita di Provinsi Jawa Timur dan 200 koperasi wanita di provinsi lainnya di Indonesia yang tergabung dalam Induk Koperasi Wanita.

Sejalan dengan fakta tersebut, sejak tahun 2005 Pemerintah Indonesia melalui Kantor Menegkop & UKM telah mencanangkan program replikasi sistem TR ke seluruh Indonesia. Hingga April 2007 lebih dari 280 koperasi wanita telah selesai dilatih, termasuk di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sebanyak 17 koperasi wanita baru telah didirikan pasca Tsunami.

Salah satu contoh proses pengembangan sistem TR Ibu Yoos Lutfiyang berlangsung secara terstruktur dan konsisten,dapat ditemukan dalam praktek aplikasi sistem TR pada Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita di Surabaya, yang kurang lebih, sudah 25 tahun ini menerapkan dan memantapkan sistem TR, dengan dimotori oleh Ibu Joos Siti Aisjah atau yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ibu Yoos Lutfi .

Selama puluhan tahun sistem Tanggung Renteng telah membuktikan diri sebagai instrumen penting dalam pemberdayaan ekonomi kaum perempuan. Ratusan ribu perempuan telah menerima manfaat dari keberadaan sistem Tanggung Renteng, dan ratusan ribu perempuan pula sudah terentaskan dari belitan kemiskinan.

Model simpan pinjam yang didukung oleh sistem Tanggung Renteng ini telah menjadikan para perempuan memiliki akses terhadap informasi, akses pendanaan, dan akses jenjang sosial yang lebih luas. Dengan demikian, dalam konteks tersebut, menjadi jelas bahwa sistem Tanggung Renteng tidak bisa dilepaskan dari isu tentang perempuan dan kemiskinan.
Untuk Lebih lengkapnya.... kunjungi website :
http://tanggungrenteng.org/
Selamat pada ITR telha melaunching website ini

selanjutnya...

Selasa, 03 Juli 2007

Banyaknya Peminat Tanggung Renteng

System Tanggung Renteng nampaknya semakin populer saja di negara kita ini....
Buktinya banyak sekali yang mulai belajar sistem tanggung renteng... bisa dilihat dari kunjungan maupun tulisan di internet... Smoga istem ini menjadi sistem yang dipakai oleh seluruh koperasi di indonesia agar penyelewengan baik dari pihak pengurus, anggota ataupun lainnya tidak terjadi lagi dan nama koperasi di mata masyarakat Indonesia bertambah baik.

Sukses tanggung Renteng...... Hidup

selanjutnya...

Kamis, 28 Juni 2007

Napak Tilas Sistem Tanggung Renteng (bagian II)

Penguatan Kelompok Fondasi Mengembangkan Koperasi

Pada edisi lalu telah dipaparkan tentang perkembangan system tanggung renteng mulai dari ide menjadi konsep hingga aplikasi. Dalam aplikasinya, sistem ini menghendaki adanya anggota yang terhimp
Omong kosong, bila ada koperasi yang mengaku telah menerapkan sistem tanggung renteng, tapi anggotanya tidak terhimpun dalam kelompok. Kalaupun ada kelompok, mereka tidak melakukan pertemuan secara berkala. Sehingga masing-masing anggota dalam menyelesaikan kewajibannya langsung berhubungan dengan koperasinya. Dengan demikian atar anggota tidak ada ikatan apapun kendati disebutkan mereka tergabung dalam satu kelompok.

Kalau dalam edisi lalu disebutkan bahwa dalam kelompok tanggung renteng akan terjadi proses pembelajaran ditingkat anggota, hal itu mustahil terjadi. Dan jangan harap kelompok bisa dijadikan sarana untuk mencerdaskan atau meningkatkan kualitas perempuan seperti yang diharapkan sang pencetus ide tanggung renteng. Karena tidak ada interaksi diantara anggota.

Pada edisi lalu juga disebutkan bahwa sistem tanggung renteng dapat mengendalikan resiko bisnis dalam ekgiatan simpan pinjam. Karena masalah yang terjadi ditingkat anggota akan diselesaikan dalam kelompok. Hal tersebut juga tidak akan terjadi. Karena kelompok yang ada hanya tercatat diatas kertas. Sementara aktivitas kelompok sebagaimana ketentuan sistem tanggung renteng tidak pernah ada.

Lalu bagaimana sistem tanggung renteng bisa diaplikasikan? Dalam hal ini ada 3 unsur yang harus dipenuhi. Unsur tersebut adalah kelompok, kewajiban dan peraturan. Kelompok yang dimaksud disini bukanlah daftar nama anggota yang kemudian dikelompok-kelompokkan. Tapi anggota yang berinisiatif sendiri untuk mengelompokan diri. Idealnya kelompok dibentuk atas dasar adanya kedekatan fisik dan emosinal artinya diantara anggota tersebut sudah saling kenal dan saling percaya. Dan keberadaan kelompok ini dibuktikan dengan adanya aktivitas pertemuan kelompok yang dilakukan secara berkala dan konsisten.

Sedang kewajiban disini sama dengan kewajiban seorang anggota koperasi pada umumnya. Dalam hal ini anggota berkewajiban untuk membayar simpanan pokok, simpanan wajib dan membayar angsruan dari pinjaman yang telah diberikan oleh koperasinya. Cuma bedanya semua kewajiban anggota tersebut harus dibayar pada saat pertemuan kelompok. Kemudian satu atau dua wakil dari kelompok yang akan membayarkan seluruh kewajiban tersebut kepada koperasinya.

Kewajiban anggota dalam satu kelompok yang dibayarkan kepada koperasi disyaratkan juga hrus lengkap. Dan bila ada salah satu atau beberapa anggota tidak lengkap pembayaran kewajibannya maka yang bertanggung jawab melengkapinya adalah seluruh anggota dalam kelompok. Karena bila hal itu tidak dilakukan maka koperasi juga tidak akan merealisasik hak anggota kelompok tersebut. Artinya pinjaman yang diajukan anggota saat itu tidak bisa direalisasi.

Sementara unsur ketiga yang harus ada dalam sistem tanggung renteng adalah peraturan. Sama seperti koperasi pada umumnya, dalam hal ini setiap anggota harus mentaati aturan yang tercantum dalam AD-ART dan peraturan khusus. Cuma bedanya, ada kecendurangan dalam kelompok tanggung renteng untuk membuat aturan kelompok.

Aturan ini dimaksudkan untuk menjaga harmonisasi hubungan antar anggota dalam kelompok tersebut dan menjaga eksistensi kelompoknya. Biasanya aturan kelompok ini muncul setelah, kelompok tersebut mengalami masalah. Tapi syaratnya aturan kelompok tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada di tingkat koperasi.

Peraturan yang ada ditingkat koperasi seharusnya juga mendukung terlaksananya proses sistem tanggung renteng. Ada aturan yang jelas dengan dilengkapinya sanksi bila melanggarnya. Diantaranya adanya aturan agar kewajiban yang dibayar kelompok harus lengkap. Bila tidak maka sanksinya adalah tidak ada realisasi pinjaman bagi anggota di kelompok tersebut. Sanksi tersebut juga berlaku manakala kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok kurang dari 50% + 1 dari jumlah anggota.

Dan catatan penting dalam sistem tanggung renteng bahwa sistem ini tidak akan bisa bekerja efektif manakala muncul kebijaksanaan dari pengelola dalam hal ini pengurus koperasi. Kebijaksanaan yang dimaksud adalah toleransi dengan melonggarkan aturan. Daripada anggota tidak membayar kewajibannya, maka ia diperbolehkan tidak hadir dalam pertemuan kelompok asal kewajibannya telah dibayar. Parahnya lagi anggota diperbolehkan langsung mengajukan pinjaman ke koperasi tanpa harus melalui kelompok.

Perlu diingat pula bahwa salah dalam memperlakukan kelompok, maka sistem tidak akan bisa efektif. Dan ketidakstabilan dalam eklompok akan membuat kondisi koperasi juga menjadi rawan. Dengan demikian kunci dari keberhasilan koperasi yang berbasis sistem tanggung renteng adalah kemampuan dalam pengelolaan kelompok. Untuk itu yang perlu mendapat perhatian bagi pengurus adalah bagaimana proses pertemuan kelompok. Selanjutnya……tunggu edisi berikutnya yang akan mengupas bagaimana mekanisme dan proses pertemuan kelompok. (gt)
Ingin jelasnya baca aja di Http://PUSKOWANJATI.COM

selanjutnya...

Senin, 25 Juni 2007

Maju bersama Tanggung Renteng

Sekarang ini banyak sekali instansi ataupun perusahaan yang memiliki koperasi berusaha memakai / menerapkan System Tanggung Renteng.... banyak yang ingin mengaplikasikanya tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan lho..

Mau tahu secara lebih jelas dan mengalaminya langsung...???

Silahkan langsung ke Puskowanjati Malang Jl. Balearjoasri (mereka menyediakan Learning Center Tanggung Renteng) dengan tenaga pelatih yang handal dan berpengalaman dengan alamat website Http://Puskowanjati.org bagi yang ingin di Surabaya ya bisa ke Koperasi Wanita "Setia Bhakti Wanita" Surabaya yaitu di jalan Jemur Andayani 55 A Surabaya dengan website Http://setiabhaktiwanita.com

Ayo buruan buat sistem ini berjalan di semua lini usaha kita.... karena sangat menguntungkan bagi siapapun juga. Horas

selanjutnya...

Kamis, 21 Juni 2007

Moral

Dalam pembahasan dengan beberapa para ahli system tanggung renteng Moral merupakan hal yang pertama yang harus ditanamkan....
kalau hanya memikirkan NPL 0% tanpa ada pembinaan mustahil..... Perlu diingat bahwa sistem Tangung Renteng berawal dari kesadaran para anggota bersama.... so kalo hanya mikirkan SHU yang didapatkan ...... koperasi bisa perlahan-lahan hancur....

......

selanjutnya...

Senin, 18 Juni 2007

Napak Tilas Sistem Tanggung Renteng (bagian I)

Dari sebuah ide menjadi aplikatif dan berkembang menjadi sebuah sistem tanggung renteng. Itulah yang dicoba untuk direkonstruksi dengan fasilitasi Bapak Soebroto dalam .........

Bagi Pengurus Primer Puskowanjati, sistem tanggung renteng sudah dianggap makanan sehari-hari. Bahkan dalam aplikasi, para pengurus primer telah mampu membuat pembaharuan. Tapi karena sudah terlalu jauh melangkah, tidak ada salahnya, kini kita kembali menengok kebelakang. Harapannya dengan menapak tilas kembali perjalanan sistem tanggung akan semakin memantapkan penerapannya. Artinya, dalam membuat kebijakan dan aturan maupun pembinaan pada anggota tetap mengacu pada pola dasar dari sistem tanggung renteng.

Tanggung renteng, ide awalnya dari sekelompok arisan. Kalau hal itu, tentu hampir semua Pengurus Primer Puskowanjati sudah tahu dan mungkin sangat hafal. Tapi mungkin hanya sedikit yang tahu tentang apa maksud dibalik ide tersebut. Awalnya Ibu Zaafril sang pencetus ide, sering memperhatikan prilaku ibu-ibu dalam kumpulan arisan. Dalam kumpulan tersebut ternyata ada proses pembelajaran diantara anggota kumpulan.

Dalam kumpulan, anggota mengasah empati yang mendorong mereka untuk saling tolong. Bila ada anggota yang tak membayar arisan maka anggota lain menalangi dulu.agar anggota yang mendapat arisan bisa menerima penuh. Pola inilah yang kemudian ditangkap Ibu Zaafril menjadi sebuah ide pemberdayaan perempuan. Rasa tolong menolong yang kuat diantara anggota kumpulan arisan karena diantara anggota bisa ikut merasakan kesulitan anggota lainnya.

“Ibu itukan mentri rumah tangga, jadi ia harus pinter dan mampu mengelola rumah tangga” itulah yang dicita-citakan Ibu Mursia Zaafril. Idepun terus berkembang, dari ibu-ibu yang berkelompok hingga pembentukan koperasi sebagai wadahnya. Tepatnya 1954 terbentuklah Koperasi Setia Bhudi Wanita. Pilihan koperasi saat itu banyak didorong oleh konsepsi koperasi sebagai alat perjuangan. Dan ternyata memang benar, terbentuknya koperasi telah mampu mendukung perkembangan kegiatan kelompok.

Waktu itu namanya masih tanggung menanggung, tapi kemudian dirubah menjadi tanggung renteng pada 1977. Dalam perkembangan selanjutnya tanggung renteng telah menjadi sebuah sistem untuk koperasi khususnya simpan pinjam. Dan sebagai sistem pengertiannya kemudian, bila dalam satu kelompok ada hal yang menyimpang atau tidak memenuhi persyaratan maka akibat atau konsekuensinya ditanggung oleh semua anggota dalam kelompok.

Dengan sistem tersebut diharapkan akan terjadi proses pembelajaran ditingkat anggota dalam satu kelompok. Dengan demikian kelompok bisa dijadikan sarana untuk mencerdaskan atau meningkatkan kualitas ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok tanggung renteng. Dalam kelompok mereka akan belajar mengambil keputusan secara rasional, terutama dibidang keuangan. Kemampuan ini pula yang akan teraplikasi dalam kehidupan rumah tangga mereka. Dan inilah salah satu tahapan dalam upaya pemberdayaan perempuan sebagaimana ide awal tanggung renteng.

Waktu terus bergulir, jumlah kelompok dalam koperasi terus bertambah dan pengurus koperasi tidak bisa lagi efektif dalam melakukan pembinaan. Saat itulah muncul pengembangan model pembinaan anggota dan kelompok yang dilakukan PPL (Petugas Pembina Lapangan). Karena pembinaan terus menerus dalam sistem tanggung renteng merupakan sebuah kebutuhan yang tak bisa ditinggalkan. Sebab tanpa pembinaan secara terus menerus akan sulit dicapai adanya perubahan sikap dan prilaku sebagaimana diinginkan.

Perkembangan selanjutnya tidak hanya pola pembinaan yang berubah. Tapi tatanan dalam kelompok juga berubah. Kalau tadinya menggunakan istilah ketua kelompok dirubah menjadi Penanggung Jawab (PJ) kelompok. Perubahan ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesan adanya penguasa dalam kelompok. Sementara dengan istilah PJ maka sifatnya hanyalah sebagai koordinator. Dengan demikian penanganan masalah administratif bisa dilakukan secara bersama-sama dalam koordinasi PJ.

Dengan pola tersebut, setiap anggota bisa terlibat dalam proses sistem kelompok tanggung renteng. Sehingga proses pembelajaran juga terjadi pada setiap diri anggota. Mereka akan merasa terlibat sehingga mereka juga akan belajar bertanggung jawab atas semua yang dilakukan. Karena tidak bertanggung jawab berarti akan menyusahkan diri sendiri dan kelompoknya.

Dari aplikasi sistem tanggung renteng ini akhirnya ditemukan bahwa sistem tanggung renteng dapat mengendalikan resiko bisnis dalam kegiatan simpan pinjam. Karena masalah yang terjadi ditingkat anggota akan diselesaikan dalam kelompok. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, kelompok – kelompok inipun membuat aturan untuk bisa mengendalikan resiko dalam kelompok. Tentunya aturan itupun tidak boleh bertentangan dengan aturan atau ketentuan di koperasinya. Dan aturan itupun harus didasarkan atas kesepakatan bersama. (gt)

Lebih lengkapnya klik aja ke http://www.puskowanjati.com

selanjutnya...

Kamis, 14 Juni 2007

Dinamika Kelompok

Disiplin Hadir Meski Rumah Jauh
Dikirim pada hari Senin, 6 Nop 2006 12:18 WIB
Versi cetak Cetak Kirim ke teman Kirim ke teman
Dikutip dari : www.setiabhaktiwanita.com


Sampai 1989 anggota kelompok 85 yang berada di Putro Agung telah mencapai 75 orang. Sejak itulah pecah kelompok diakukan hingga 4 kali. Dan salah satunya kemudian menjadi kelompok 332 dengan anggota awal 11 orang. Mereka berasal dari sekitar Karang Asem dan Pacar Kembang. Dengan demikian kelompok ini bolehlah dikatakan sebagai kelompok senior.
Tapi jangan kaget bila tidak banyak anggota dikelompok ini yang tahu dan ikut merasakan bagaimana Kopwan SBW semasa berkantor di Jl. Panglima Sudirman. Pasalnya dari 11 anggota awal, ternyata kini hanya tersisa 4 orang. Bahkan kini yang bertempat tinggal di Karang Asem dan Pacar Kembang hanya tersisa 5 orang dari 46 anggota. Justru kebanyakan mereka berasal dari Sidoarjo, Rewin, Tropodo, Benowo bahkan ada yang dari Gersik.
“Awalnya dari 11 anggota itu mengajak saudaranya untuk jadi anggota SBW. Walaupun mereka itu tidak tinggal di Karang Asem maupun di Pacar Kembang. Kemudian dari saudara – saudara itu mengajak tetangganya untuk ikut. Makanya anggota kelompok 332 ini rumahnya jauh-jauh. Kita pernah menyarankan agar mereka bergabung saja pada kelompok didekat tempat tinggalnya, namun mereka tidak mau,” ungkap Ibu Hermanu, salah satu pendiri kelompok 332 yang juga mantan PJ.
Sudah terlanjur akrab, itulah alasan mereka untuk tidak mau pindah kelompok. Seperti yang diungkapkan Ibu Hadi, saudara Ibu Hermanu yang bertempat tinggal di Rewin. Walaupun untuk menghadiri pertemuan kelompok, Ibu Hadi harus mengeluarkan uang transport cukup besar. “Di Rewin ini ada 5 anggota. Dulu kita biasa urunan Rp 6 000,- untuk naik taksi. Tapi setelah tarif taksi naik, kita urunan beli bensin untuk anggota yang membawa mobil. Tapi kalau anggota yang punya mobil ini tidak hadir, ya...kita urunan bensin untuk naik sepeda motor berboncengan. Lumayan lah... lebih irit,” tukasnya.
Walaupun anggota kelompok 332 tempat tinggalnya jauh, tapi mereka cukup disiplin menghadiri pertemuan kelompok yang diadakan di Pacar Kembang V D. Hal ini bisa dilihat dari tingkat kehadiran anggota yang rata-rata 70 %. Seperti pada pertemuan Juni lalu, yang dihadiri 35 orang dari 46 anggota. Tingkat kehadiran ini tentunya ditunjang dengan adanya aturan kelompok yang menyebutkan, anggota yang tidak hadir 3 kali berturut-turut maka SPP-nya ditunda.
Terkait dengan SPP, dikelompok ini juga membuat ketentuan, mereka yang mengajukan harus datang lebih pagi. Bila tidak, maka SPP-nya juga akan ditunda bulan berikutnya. Kesepakatan ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penghitungan plafon kelompok dan besarnya pinjaman yang diajukan. Ternyata hal ini juga sangat membantu proses musyawarah SPP manakala plafon kelompok tidak mencukupi.
Apalagi pada beberapa bulan terakhir, kelompok 332 mengalami kekuranga plafon. Sebetulnya untuk meningkatkan plafon juga telah dilakukan penambahan simpanan wajib. Tapi kekurangan plafon masih juga terjadi. Karena pinjaman anggota banyak yang sudah sampai batas maksimal yaitu Rp 10 juta. Itulah sebabnya kemudian muncul lagi kesepakatan agar kekurangan plafon dibagi rata. Seperti pada pertemuan kali ini dimana masing-masing anggota yang mengajukan SPP dikurangi Rp 500 ribu.
Tidak cukup hanya itu, pada pertemuan kelompok Juni lalu muncul lagi aturan dimana potong pinjaman tidak boleh lebih dari 30 %.”Setiap bulan nampaknya kita selalu kekurangan plafon.. Untuk mengatasi masalah plafon ini saya usul agar yang PP tidak lebih dari 30 %. Tapi jangan untuk mengejar 30 % itu lalu angsurannya lebih dari 2. Ini supaya yang SPP tidak barengan sehingga plafonnya bisa cukup,” tandas Ibu Nasasi, PJ I kelompok 332.
Usulan PJ I ini nampaknya juga tidak begitu saja diterima anggota. Diantaranya ada yang beralasan bahwa kebutuhan bisa muncul ditengah jalan. Ketika angsuran baru berjalan 50 % ternyata sudah butuh dana. “Nek nuruti kebutuhan gak onok marine. Jadi kebutuhan itu juga harus dilihat penting tidaknya. Selain itu juga harus dihitung kemampuannya. Saya sebagai PJ ini juga selalu deg-degan, karena pinjaman kita juga sudah get-getan. Mangkakno bu musywarahnya ojok asal setuju. Karena nanti kalau terjadi TR juga besar,” tukas Ibu Nasasi menanggapi.
Memang anggota kelompok 332 cukup dinamis dalam bermusyawarah. Tidak hanya saat musyawarah SPP tapi juga ketika membuat aturan kelompok. Anggota juga aktif bertanya tentang berbagai kegiatan yang ada di koperasi terutama yang telah diikuti oleh PJ atau anggota yang mewakili. Seperti pada pertemuan Juni lalu, anggotan menanyakan berbagai kegiatan HUT, pelatihan ketrampilan hingga temu wicara. Kendati yang berani bersuara masih terbatas beberapa anggota. Tentunya kedepan diharapkan semua anggota kelompok ini bisa aktif dalam bermusyawarah.
Sedang dari sisi administrasi , kelompok 332 juga cukup rapi. Setiap anggota yang datang langsung disodori daftar hadir. Setelah itu mengambil kartu biru dan kitir tagihan yang sudah dikemas dalam satu wadah plastik. Baru setalah itu anggota menuju ruang sebelah. Disana PJ I telah menunggu anggota yang akan membayar kewajibannya. Tapi tak lupa anggotapun harus mengisi kartu birunya. Dari situlah akan bisa diketahui siapa saja anggota yang belum menyelesaikan kewajibannya. Karena setiap anggota yang telah membayar kewajiban maka kitirnya sudah diambil. (gt)

selanjutnya...

Dengan Sistem Tanggung Renteng
Kopwan Setia Bhakti Wanita
Mampu Tekan Kemacetan Piutang Hingga 0 %

dan Anggota Lebih berdaya


Koperasi simpan pinjam memang bukan bank. Tapi distribusi dananya bisa menjangkau hingga pada masyarakat lapisan paling bawah. Seperti juga Koperasi Wanita "Setia Bhakti Wanita" Surabaya yang bergerak dibidang simpan pinjam. Saat ini ada 10.700 perempuan di Surabaya dan sekitarnya yang menjadi anggota dan telah merasakan pelayanan berupa pinjaman. Mereka terdiri dari berbagai lapisan, mulai dari mbok bakul jamu, pracangan hingga para intelektual.
Koperasi Wanita "Setia Bhakti Wanita" memang telah menjadi pilihan masyarakat Surabaya dan sekitarnya untuk mendapatkan dana secara cepat dan mudah. Pendek kata hari ini mengajukan pinjaman, hari ini pula pinjaman bisa cair. Dan itu semua bisa didapatkan tanpa harus mengajukan proposal ataupun jaminan. Hanya satu syaratnya, harus menjadi anggota dan tergabung dalam kelompok. Walaupun pinjaman diajukan tanpa jaminan atau agunan, hingga kini Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita tetap bisa mempertahankan kemacetan piutang 0 %.
Hal tersebut terjadi karena Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita sejak lahirnya tahun 1978 telah mengetrapkan sistem tanggung renteng. Dalam sistem ini mensyaratkan anggota untuk tergabung dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok minimal terdiri dari 15 anggota dan maksimal 30 anggota. Anggota dalam kelompok tersebut wajib mengadakan pertemuan kelompok setiap bulannya.
Pertemuan kelompok ini menjadi wajib, karena sesungguhnya dari pertemuan kelompok inilah awal dari kegiatan yang ada dalam Koperasi Wanita "Setia Bhakti Wanita". Didalam pertemuan kelompok inilah penerimaan dan mengeluarkan anggota dilakukan. Dalam pertemuan kelompok ini pula penentuan berapa besar pinjaman yang bisa didapatkan oleh setiap anggota. Melalui pertemuan kelompok, anggota melunasi semua kewajibannya (membayar angsuran) yang kemudian disetor ke Koperasi Wanita Setia Bhakti Wanita oleh penanggung jawab kelompok (PJ) paling lambat 1 hari setelah pertemuan.
Semua kegiatan tersebut harus dilakukan melalui proses musyawarah dan hasil musyawarah yang berupa kesepakatan bersama dijadikan rambu-rambu dalam setiap kegiatan berkoperasi. Musyawarah dilakukan ketika ada calon anggota. Calon anggota tersebut diterima atau tidak tergantung dari kesepakatan semua anggota dalam kelompok tersebut. Jadi kalau diantara anggota dalam kelompok tersebut tidak ada yang mengenal, maka bisa dipastikan calon anggota tidak bisa diterima.
Dengan demikian diantara anggota dalam kelompok akan saling kenal dan mengetahui latar belakangnya. Sehingga kedekatan sebagai syarat terwujudnya kebersamaan diantara mereka akan terjadi. Begitupula ketika akan mengeluarkan salah satu anggotanya karena ketidak patuhan terhadap peraturan yang ada terutama lalai terhadap kewajibannya, maka anggota pun bermusyawarah. Dan hasil kesepakatan itu akan menjadi tanggung jawab bersama seluruh anggota dalam kelompok tersebut.
Musyawarah dalam pertemuan kelompok juga dilakukan untuk menentukan pinjaman. Artinya ketika anggota mengajukan pinjaman, harus diketahui oleh seluruh anggota dalam kelompok. Kemudian musyawarah dilakukan dengan menampung masukan-masukan dari anggota termasuk kemampuan mengangsur dari anggota yang mengajukan tersebut. Setelah kesepakatan diambil untuk menentukan berapa besar pinjaman, kemudian seluruh anggota wajib membubuhkan tanda tangan di balik lembar Surat Permohonan Pinjaman (SPP). Tanda tangan tersebut mempunyai arti sebagai bukti "setuju" atas pinjaman yang diajukan dan harus bertanggung jawab bila terjadi kelalaian atas angsuran.
Dengan demikian bila ada anggota yang tidak membayar kewajibannya (membayar angsuran) maka seluruh anggota dalam kelompok tersebut ikut bertanggung jawab. Dalam hal demikian diistilahkan "di TR" kepanjangan dari kata di tanggung renteng. Artinya besar angsuran yang tak terbayar tersebut ditanggung bersama oleh seluruh anggota dalam kelompok. Sehingga seluruh angsuran yang disetor ke Kopwan Setia Bhakti Wanita sesuai dengan jumlah tagihan. Proses inilah yang kemudian terbukti mampu mengamankan asset koperasi dengan tunggakan 0 %.
Namun atas kesepakatan dari anggota dalam kelompok, biasanya setiap kelompok mempunyai dana cadangan yang disebut dengan tabungan kelompok. Tabungan ini dikeluarkan manakala ada anggota yang tidak bisa membayar angsuran. Sehingga anggota merasa lebih ringan dibanding dengan cara membayar spontan tatkala ada anggota yang di TR. Kendati demikian, dalam penggunaan tabungan kelompok juga harus melalui musyawarah. Artinya penggunaan tabungan kelompok tidak bisa seenaknya dikeluarkan oleh penganggung jawab. Tapi semuanya harus melalui persetujuan semua anggota.
Dan ada pula kelompok yang kemudian menggunakan tabungan tersebut untuk rekreasi, karena ternyata dana tersebut dalam setahun tidak terkurangi. Karena memang tidak ada anggota yang di TR (atau lalai dalam membayar angsuran). Kalaupun ada dan itu karena suatu musibah biasanya atas persetujuan seluruh anggota kelompok, dana tabungan kelompok dikeluarkan dengan persetujuan lebih lanjut akan dikembalikan sesuai kesepakatan.
Suatu contoh, salah satu anggota tidak bisa membayar angsuran karena kecelakaan, sehingga dananya tersedot untuk biaya pengobatan. Permasalahan ini disampaikan pada seluruh anggota dalam pertemuan kelompok. Dari kesepakatan akhirnya diputuskan angsuran ditalangi (dipinjami) dulu dari tabungan kelompok. Kemudian anggota yang mengalami musibah tersebut ditanya bagaimana sistem pengembaliannya. Biasanya yang terjadi, pengembalian dilakukan dengan cara mengansur selama beberapa bulan. Dengan demikian beban akan terasa lebih ringan sementara asset koperasi tidak terganggu.
Sistem Arisan
Kelompok arisan memang sudah tidak asing dikalangan masyarakat, baik itu arisan berupa barang maupun uang. Dalam kelompok arisan ini biasanya ada satu orang yang menjadi borek atau penganggung jawab. Ia bertugas menagih pada anggota kelompok untuk membayar arisan. Kemudian dari tagihan tersebut akan diberikan pada mereka yang narik baik itu melalui urut nomor maupun diundi. Namun bila ada salah satu anggota yang belum sanggup bayar biasanya iapun meminjami sementara. Untuk itulah borek ini biasanya mendapat fasilitas narik lebih dulu atau mendapatkan satu tarikan tanpa mengansur. Semua itu tergantung dari kesepakatan awal seluruh anggota kelompok arisan.
Sistem arisan inilah yang dikembangkan menjadi sistem kelompok tanggung renteng. Jadi dalam kelompok tanggung renteng juga harus ada penanggung jawabnya atau disingkat PJ. Dia inilah yang mengkoordinir dan sebagai faisilitator terselenggaranya pertemuan kelompok. Dia pula yang harus bertanggung jawab lengkap tidaknya jumlah ansuran yang disetorkan ke Kopwan Setia Bhakti Wanita. Kalau memang angsuran kurang, PJ juga harus bisa menggerakkan anggotannya untuk melakukan tanggung renteng (bermusyawarah untuk membagi tanggung jawab bersama-sama dengan seluruh anggotanya). Untuk beban tanggung jawab yang dipikul tersebut seorang PJ mendapat fasilitas dari Kopwan Setia Bhakti Wanita berupa berbagai insentif.
Hanya bedanya bila dalam kelompok arisan, pertemuan kelompok bukanlah suatu kewajiban karena yang lebih diutamakan adalah membayar tanggungan arisan. Sedangkan dalam kelompok tanggung renteng, pertemuan menjadi hal yang wajib. Karena bagaimana bisa muncul jiwa kebersamaan bila diantara anggota tidak terjadi interaksi. Dan kalau tidak ada jiwa kebersamaan bagaimana mungkin diantara mereka mau saling menanggung. Jiwa individu yang justru akan menonjol. Kalau sudah demikian yang terjadi hutangmu adalah tanggung jawabmu dan tidak akan mau tahu bila kamu mengalami kesulitan.
Hal - hal seperti itulah yang membedakan antara koperasi simpan pinjam dengan sistem tanggung renteng dan koperasi simpan pinjam lainnya. Tak mengherankan bila koperasi simpan pinjam dengan sistem tanggung renteng seperti yang diterapkan Kopwan Setia Bhakti Wanita dan primer lain di Puskowanjati mampu menekan tunggakan.
Tata Nilai
Kok mau-maunya menanggung angsuran anggota lain ? memang itulah pertanyaan yang sering muncul dalam benak mereka yang baru mengenal sistem tanggung renteng. Di Kopwan Setia Bhakti Wanita ada proses seleksi anggota yang sangat mendukung hal itu. Ketika calon anggota mau mengajukan menjadi anggota ia diberi pemahaman terlebih dahulu tentang sistem tanggung renteng. Kemudian ia bisa diterima bila punya komitmen dan sepakat menerima sistem tanggung renteng dengan segala konsekuensinya. Hal tersebut dilakukan dalam kelompok yang akan dimasuki.
Tapi bila yang mendaftar menjadi anggota merupakan satu kelompok (minimum 15 orang), maka seluruh anggota kelompok tersebut wajib hadir dan bertemu pengurus. Dalam pertemuan itulah dijelaskan apa dan bagaimana sistem tanggung renteng. Setelah mereka faham dan punya komitmen untuk mengetrapkan sistem tanggung renteng. Mereka akan menjadi kelompok anggota baru. Tentunya setelah beberapa syarat administrasi juga dipenuhi. Dengan demikian tidak ada alasan bagi anggota tersebut untuk tidak melaksanakan tanggung renteng.
Sistem tanggung renteng memang menuntut adanya kedisiplinan setiap anggota. Mereka harus tepat waktu dalam menghadiri pertemuan kelompok. Karena tertinggalnya seorang anggota dalam pertemuan kelompok sehingga kewajiban angsuran juga tertinggal berarti akan menjadi tanggungan seluruh anggota dalam kelompok tersebut. Dengan pola demikian akan muncul rasa malu diantara mereka jika sampai lalai dalam pemenuhan kewajibannya. Dan kontrol serta saling mengingatkan juga akan terjadi diantara anggota dalam kelompok. Sehingga memunculkan rasa tanggung jawab dari setiap anggota baik terhadap eksistensi dirinya sendiri maupun kelompoknya.
Setiap anggota secara tidak sadar juga akan tertuntut untuk berbuat disiplin dalam menghadiri pertemuan kelompok. Karena bila ia jarang menghadiri pertemuan kelompok ia akan kesulitan mendapatkan persetujuan anggota yang lain ketika mengajukan pinjaman. Hal ini terjadi karena ketika ada anggota lain mengajukan pinjaman ia juga tidak pernah hadir untuk tanda tangan memeberikan persetujuan. Dengan pola seperti ini yang dilakukan secara konsisten akan memunculkan rasa tepo seliro atau rasa empati terhadap sesama. Dan rasa ini akan semakin menguat sehingga tidak hanya dalam lingkup kelompok tapi berkembang pada masayarakat sekitarnya.
Tak mengherankan, ketika ada anggota Kopwan Setia Bhakti Wanita mengalami musibah kebakaran, anggota yang lainpun secara spontan membantu. Begitupula ketika terjadi bencana alam di Situbondo, anggota juga mengumpulkan dana untuk memberikan bantuan. Pengungsi Sampit di Madura dan yang terakhir sembako untuk kaum dhu'afa di Surabaya, semua itu merupakan bentuk nyata dari pengembangan rasa empati anggota.
Rasa empati dari setiap anggota pada anggota lain dan masyarakat sekitarnya sebetulnya merupakan wujud dari rasa kebersamaan itu sendiri. Sehingga kebersamaan dan kekeluargaan di Kopwan Setia Bhakti Wanita bukan hanya slogan tapi sudah menjadi kenyataan dalam kehidupan anggota. Rasa kebersamaan dan kekeluargaan ini tidak hanya dipupuk di lingkup kelompok tapi juga pada tingkat lembaga Kopwan Setia Bhakti Wanita. Setiap permasalahan, setiap kebijakan yang akan dikeluarkan atau strategi kedepan, oleh lembaga selalu disampaikan dan dimusyawarahkan bersama anggota. Dalam hal ini selain ada pertemuan kelompok juga ada mekanisme temu wicara, RAPB dan RAT.
Dalam forum itulah anggota bebas mengeluarkan pendapat bahkan penilaian. Maka bukanlah suatu yang aneh bila dalam pertemuan kelompok, temu wicara, RAPB maupun RAT banyak pendapat dan masukan yang bisa terserab. Sehingga strategi pengembangan Kopwan Setia Bhakti Wanita yang ditempuh bisa selalu selaras dengan kebutuhan anggotanya. Legitimasi atau kepercayaan anggota juga terus berkembang karena komitmen dan kedisiplinan pengelola Kopwan Setia Bhakti Wanita terhadap terlaksananya kebijakan yang telah ditentukan.
Hal ini juga bisa terlihat ketika, Kopwan Setia Bhakti Wanita menghadapi melonjaknya suku bunga. Ketika permasalahan disampaikan, anggotapun sepakat untuk menutup permasalahan tersebut dengan urunan sebesar Rp 16.000 per anggota. Begitupula ketika pembangunan gedung, anggotapun sepakat untuk urunan. Hal tersebut bisa terjadi karena anggota bukan menjadi obyek tapi menjadi subyek yang turut memiliki Kopwan Setia Bhakti Wanita. Dan keberadaan anggota sudah seperti keluarga besar dimana permasalahan lembaga juga dianggap permasalahan bersama.
Nilai-nilai tersebut diatas itulah yang merupakan penunjang terlaksananya sistem tanggung renteng. Sedang salah satu indikator keberhasilan tersebut adalah tunggakan 0 %. Dan agar nilai-nilai tersebut bisa terus terawat, Kopwan Setia Bhakti Wanita menugaskan PPL yang mendampingi anggota dalam setiap pertemuan kelompok. PPL ini pula yang menjadi jembatan antara lembaga Kopwan Setia Bhakti Wanita dan anggotanya.
Diawali Dari Semangat Berhutang
Satu lidi tentu akan kurang berarti. Tapi kalau banyak lidi terikat menjadi satu, akan banyak manfaatnya. Itulah sebabnya Kopwan Setia Bhakti Wanita mempunyai motto berkembang dengan derap kebersamaan. Karena secara bersama-sama tujuan akan lebih mudah diwujudkan.
Ketika seseorang terdesak kebutuhan, sementara dana tidak mencukupi, salah satu caranya dengan berhutang. Dan hasilnya ada 2 kemungkinan, pertama hutang akan mudah diperoleh bila orang tersebut cukup kredibel. Kemungkinan kedua, mengalami kesulitan karena tidak ada orang yang mau mempercayainya. Tapi yang jelas dari kedua kemungkinan tersebut semuanya tetap membutuhkan perjuangan, atau paling tidak kemampuan merayu.
Itulah salah satu motif orang mau bergabung dalam kelompok atau membentuk kelompok baru kemudian bergabung dengan Kopwan Setia Bhakti Wanita. Memang bukan hal yang naïf bila dikatakan motif menjadi anggota adalah untuk berhutang. Karena motif inilah yang bisa menyatukan mereka. Bukankah untuk mendirikan koperasi itu harus ada kepentingan yang sama.
Sistem tanggung renteng merupakan alat yang dikembangkan oleh Kopwan SBW agar fasilitas pelayanan terhadap kebutuhan anggota tidak susut bahkan bisa terus dikembangkan. Dengan terjaganya asset maka kebutuhan dana dari anggota juga bisa dengan mudah dipenuhi. Artinya pemenuhan kebutuhan anggota dengan cara berhutang bisa dilayani bahkan terus ditingkatkan.
Namun akan menjadi lain bila tanggung renteng tidak berjalan dengan baik. Ketika ada anggota yang tidak membayar kewajibannya maka yang lain tak peduli. Semangat berhutang tinggi tapi semangat mengembalikannya sangat rendah. Akibatnya tunggakan akan membengkak, dengan demikian assetpun akan terkurangi. Dampak selanjutnya, kemampuan koperasi untuk melayani kebutuhan anggota untuk berhutang juga akan berkurang. Bahkan berbagai simpanan anggota di koperasi akan terancam hangus. Kenyataan seperti itulah yang sering terungkap di koperasi lain ketika mengadakan study banding di Kopwan SBW.
Hal ini tak ubahnya dengan lilin, untuk bisa menerangi sekelilingnya ia harus menghabiskan dirinya. Tentu berbeda dengan lampu petromak. Lampu ini baru bisa menerangi sekelilingnya bila pemiliknya mau mengisi bahan bakar dan mau merawat. Begitupula dengan Kopwan SBW. Koperasi ini akan mampu berkiprah dan bermanfaat bila pemilikya bisa menjaga serta merawatnya. Dan cara menjaga serta merawat itu ialah dengan mengetrapkan sistem tanggung renteng dengan benar. Dengan sistem ini asset koperasi akan terjaga sementara kebutuhan berhutang dari anggota bisa dipenuhi dengan baik.
Tata Nilai
Namun sangat disayangkan bila berkumpulnya orang-orang tersebut hanya sebatas memenuhi kebutuhan berhutang. Karena dengan berkumpulnya orang-orang, akan muncul potensi yang lebih besar untuk menjadi lebih berdaya, lebih berkualitas. Tentunya bila semua itu dikelola dengan baik. Berdirinya gedung yang besar milik Kopwan SBW seperti yang ada sekarang merupakan bukti.
Ketika anggota urunan untuk membangun gedung, saat itu bukan lagi termotovasi karena kebutuhan hutang. Begitupula ketika SBW Peduli terbentuk dengan dananya yang puluhan juta, disitu juga sudah bukan lagi termotivasi oleh kebutuhan berhutang. Untuk pengembangan motiv dari berhutang menjadi peduli pada sekitarnya dalam hal ini tidak lepas dari sistem tanggung renteng yang telah diterapkan.
Ketika ada anggota tidak membayar kewajibannya maka seluruh anggota dalam kelompok ikut menanggungnya. Dan agar semua anggota mau melakukan, sangsipun dibuat. Dengan demikian mau tak mau setiap anggota akan saling kontrol, saling mengingatkan supaya tidak lalai dalam memenuhi kewajibannya
Karena pada dasarnya sistem tanggung renteng bila diterapkan dengan benar maka akan menumbuhkan pola pikir yang rasional dan bertanggung jawab. Ketika mengajukan pinjaman, anggota menyadari bahwa dana yang dipinjam itu adalah milik seluruh anggota Kopwan SBW. Jadi kalau kewajiban diabaikan, sama artinya merugikan seluruh anggota. Sehingga anggota tersebut akan mempertimbangkan kebutuhannya dengan cermat dan berapa dana yang harus dipinjam untuk menutup kebutuhan tersebut. Kemudian disesuaikan lagi dengan besarnya kemampuan menyisihkan sebagian dari pendapatannya.
Namun karena tidak semua anggota menyadari hal itu maka munculah rambu rambu, seperti kalau ada yang tidak bayar maka ditanggung semua anggota dalam kelompok. Selain itu juga disediakan instrumen seperti musyawarah, seluruh anggota menandatangani SPPdan berbagai sangsi yang mendukungnya. Itu semua untuk mengarahkan agar anggota lebih rasional dalam melihat kebutuhan dan kemampuannya. Dan sangsi diberikan agar anggota lebih memperhatikan aturan yang telah ditetapkan. Sehingga akan memunculkan rasa bertanggung jawab baik pada dirinya sendiri maupun kepada kelompok.
Dengan demikian, motiv berhutang bisa berkembang menjadi rasa tangung jawab terhadap keberadaan kelompoknya dan koperasinya. Disinilah makna dari sebuah kebersamaan. Dan tujuan yang lebih besar bukan sekedar berhutang akan lebih mudah dicapai. Kualitas hidup lebih baik dan lebih sejahtera akan mudah terwujud bila dilakukan secara bersama-sama. (--)

Lebih lengkapnya kunjungi website : www.setiabhaktiwanita.com

selanjutnya...