TANGGUNG RENTENG

Dengan System Tanggung Renteng marilah kita tingkatkan kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat

Kamis, 13 Juni 2013

Daya Tarik Sistem Tanggung Renteng Bagi Lembaga Keuangan

Tunggakan 0 % tentu merupakan dambaan setiap lembaga keuangan tak terkecuali koperasi yang bergerak dibidang simpan pinjam. Tapi nampaknya hal itu seakan sulit untuk diwujudkan. Benarkah demikian ? Ternyata beberapa koperasi wanita yang tergabung dalam Puskowanjati telah berhasil membantah hal tersebut. Dengan menerapkan sistem tanggung renteng, ternyata tunggakan 0 % bukan lagi sebatas impian.

Di Jawa Timur, sistem tanggung renteng tentu bukan hal asing lagi, khususnya dikalangan koperasi. Bahkan sistem ini juga telah diperkenalkan dibeberapa propinsi lain di negeri ini. Lalu apa keistimewaan sistem ini sehingga banyak menyedot perhatian para insan koperasi ? Tak bisa dipungkiri, pertama-tama yang menjadi daya tarik, sepertinya kemampuan sistem ini menekan tunggakan hingga 0 %.

Tapi sebetulnya dalam sistem tanggung renteng, tunggakan 0 % itu hanyalah merupakan alat ukur dan bukan tujuan semata. Artinya semakin tepat penerapan sistem tersebut, maka akan semakin mengecil tunggakannya, sampai akhirnya mencapai 0 %. Jadi tidak bisa kalau sistem tanggung renteng hanya dipahami “pokoknya tunggakan 0 %” . Karena tunggakan 0 % tersebut hanyalah merupakan akibat dari munculnya tata nilai yang ada dalam tanggung renteng yang notabene juga merupakan tata nilai koperasi.



Kebersamaan, keterbukaan, saling percaya, musyawarah, disiplin dan tanggung jawab itulah tata nilai dasar dari sistem tanggung renteng. Dan syaratnya tata nilai tersebut tidak hanya dimunculkan pada anggota tapi juga pada pengelola. Kalau hal itu sudah terjadi maka tunggakan 0 % akan dengan sendirinya dapat dicapai. Sekarang yang menjadi pertanyaan bagaimana memunculkan tata nilai tersebut ?

Untuk mengoperasionalkan sistem ini dan agar tata nilai tersebut bisa muncul maka syarat utamanya adalah pengelompokan anggota. Dan kelompok-kelompok anggota ini wajib mengadakan pertemuan minimal satu bulan sekali. Dalam pertemuan inilah, anggota berinteraksi sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan. Dari situ kemudian akan terjadi proses pemunculan tata nilai pada masing-masing anggota. Tentunya dalam proses tersebut juga harus diiringi dengan adanya sanksi dan reward yang diterapkan secara tepat dengan komitmen tinggi.

Kelompok
Pertemuan kelompok menjadi wajib, karena sesungguhnya dari pertemuan kelompok inilah awal dari kegiatan yang ada dalam Koperasi yang menerapkan sistem tanggung renteng. Didalam pertemuan kelompok terjadi proses penerimaan dan mengeluarkan anggota. Dalam pertemuan kelompok ini pula penentuan berapa besar pinjaman yang bisa didapatkan oleh setiap anggota. Melalui pertemuan kelompok, anggota melunasi semua kewajibannya (membayar angsuran) yang kemudian disetor ke koperasinya paling lambat 1 hari setelah pertemuan. Begitu pula semua permasalahan yang terkait dengan koperasinya harus diselesaikan di pertemuan kelompok.

Semua kegiatan tersebut harus dilakukan melalui proses musyawarah dan apapun hasilnya harus ditaati seluruh anggota dalam kelompok tersebut. Musyawarah dilakukan ketika ada calon anggota. Calon anggota tersebut diterima atau tidak tergantung dari kesepakatan semua anggota dalam kelompok tersebut. Jadi kalau diantara anggota dalam kelompok tidak ada yang mengenal, maka bisa dipastikan calon anggota tidak bisa diterima.

Dengan demikian diantara anggota dalam kelompok akan saling kenal dan mengetahui latar belakangnya. Sehingga kedekatan sebagai syarat terwujudnya kebersamaan diantara mereka akan terjadi. Begitupula ketika akan mengeluarkan salah satu anggotanya karena ketidak patuhan terhadap peraturan yang ada terutama lalai terhadap kewajibannya, maka anggota pun bermusyawarah. Dan hasil kesepakatan itu akan menjadi tanggung jawab bersama seluruh anggota dalam kelompok tersebut.

Musyawarah dalam pertemuan kelompok juga dilakukan untuk menentukan pinjaman. Artinya ketika anggota mengajukan pinjaman, harus diketahui oleh seluruh anggota dalam kelompok. Kemudian musyawarah dilakukan dengan menampung masukan-masukan dari anggota termasuk kemampuan mengangsur dari anggota yang mengajukan tersebut. Setelah kesepakatan diambil untuk menentukan berapa besar pinjaman, kemudian seluruh anggota wajib membubuhkan tanda tangan di balik lembar Surat Permohonan Pinjaman (SPP). Tanda tangan tersebut mempunyai arti sebagai bukti “setuju” atas pinjaman yang diajukan dan harus bertanggung jawab bila terjadi kelalaian atas angsuran.

Dengan demikian bila ada anggota yang tidak membayar kewajibannya (membayar angsuran) maka seluruh anggota dalam kelompok tersebut ikut bertanggung jawab. Dalam hal demikian diistilahkan “di TR” kepanjangan dari kata di tanggung renteng. Artinya besar angsuran yang tak terbayar tersebut ditanggung bersama oleh seluruh anggota dalam kelompok. Sehingga seluruh angsuran yang disetor ke koperasi sesuai dengan jumlah tagihan. Proses inilah yang kemudian terbukti mampu mengamankan asset koperasi dengan tunggakan 0 %.

Kok mau-maunya menanggung angsuran anggota lain ? memang itulah pertanyaan yang sering muncul dalam benak mereka yang baru mengenal sistem tanggung renteng. Di koperasi wanita yang menerapkan sistem tanggung renteng dengan benar ada proses seleksi anggota yang sangat mendukung hal itu. Ketika calon anggota mau mengajukan menjadi anggota ia diberi pemahaman terlebih dahulu tentang sistem tanggung renteng. Kemudian ia bisa diterima bila punya komitmen dan sepakat menerima sistem tanggung renteng dengan segala konsekuensinya. Hal tersebut dilakukan dalam kelompok yang akan dimasuki.

Tapi bila yang mendaftar menjadi anggota merupakan kelompok, maka seluruh anggota kelompok tersebut wajib hadir dan bertemu pengurus. Dalam pertemuan itulah dijelaskan apa dan bagaimana sistem tanggung renteng. Setelah mereka faham dan punya komitmen untuk menerapkan sistem tanggung renteng. Mereka akan menjadi kelompok anggota baru. Tentunya setelah beberapa syarat administrasi juga dipenuhi. Dengan demikian tidak ada alasan bagi anggota tersebut untuk tidak melaksanakan sistem tanggung renteng.

Sistem tanggung renteng memang menuntut adanya kedisiplinan setiap anggota. Mereka harus disiplin waktu, disiplin dalam menjalankan aturan yang telah ditentukan pengelola maupun hasil kesepakatan dalam kelompok. Pelanggaran terhadap kedisiplinan akan terkena sanksi, bukan saja sipelanggar sendiri tapi juga bisa seluruh anggota dalam kelompok tersebut.

Seperti misalnya seorang anggota tak hadir dalam pertemuan kelompok sehingga kewajiban angsuran juga tertinggal berarti akan menjadi tanggungan seluruh anggota dalam kelompok tersebut. Dengan pola demikian akan muncul rasa malu diantara mereka jika sampai lalai dalam pemenuhan kewajibannya. Dan kontrol serta saling mengingatkan juga akan terjadi diantara anggota dalam kelompok. Sehingga memunculkan rasa tanggung jawab dari setiap anggota baik terhadap eksistensi dirinya sendiri maupun kelompoknya.

Setiap anggota secara tidak sadar juga akan tertuntut untuk berbuat disiplin dalam menghadiri pertemuan kelompok. Karena bila ia jarang menghadiri pertemuan kelompok ia akan kesulitan mendapatkan persetujuan anggota yang lain ketika mengajukan pinjaman. Hal ini terjadi karena ketika ada anggota lain mengajukan pinjaman ia juga tidak pernah hadir untuk tanda tangan memeberikan persetujuan. Dengan pola seperti ini yang dilakukan secara konsisten akan memunculkan rasa tepo seliro atau rasa empati terhadap sesama. Dan rasa ini akan semakin menguat sehingga tidak hanya dalam lingkup kelompok tapi berkembang pada masayarakat sekitarnya.

Rasa empati dari setiap anggota pada anggota lain dan masyarakat sekitarnya sebetulnya merupakan wujud dari rasa kebersamaan itu sendiri. Sehingga kebersamaan dan kekeluargaan di koperasi yang menerapkan sistem tanggung renteng bukan hanya slogan tapi sudah menjadi kenyataan dalam kehidupan anggota. Rasa kebersamaan dan kekeluargaan ini tidak hanya dipupuk di lingkup kelompok tapi juga pada tingkat koperasi. Setiap permasalahan, setiap kebijakan yang akan dikeluarkan atau strategi kedepan, oleh koperasi selalu disampaikan dan dimusyawarahkan bersama anggota. Dalam hal ini selain ada pertemuan kelompok juga ada mekanisme temu wicara, RAPB dan RAT.

Dalam forum itulah anggota bebas mengeluarkan pendapat bahkan penilaian. Maka bukanlah suatu yang aneh bila dalam pertemuan kelompok, temu wicara, RAPB maupun RAT banyak pendapat dan masukan yang bisa terserab. Sehingga strategi pengembangan koperasi yang ditempuh bisa selalu selaras dengan kebutuhan anggotanya. Legitimasi atau kepercayaan anggota juga terus berkembang karena komitmen dan kedisiplinan pengelola koperasi terhadap terlaksananya kebijakan yang telah ditentukan. Pendek kata keberadaan anggota sudah seperti keluarga besar dimana permasalahan lembaga juga dianggap permasalahan bersama.

Nilai-nilai tersebut diatas itulah yang merupakan penunjang terlaksananya sistem tanggung renteng. Sedang salah satu indikator keberhasilan tersebut adalah tunggakan 0 %. Dan agar nilai-nilai tersebut bisa terus terawat, pembinaan harus terus menerut dilakukan. Pada koperasi yang baru berdiri, fungsi pembinaan dilakukan langsung oleh Pengurus. Sedang pada koperasi yang sudah besar, dimana kelompoknya sudah lebih dari sepuluh maka peran tersebut digantikan oleh Pembimbing Penyuluh Lapangan (PPL). Pembinaan ini dilakukan saat pertemuan kelompok untuk itulah PPL dalam melakukan pendampingan terhadap kelompok harus hadir disetiap pertemuan kelompok. Kehadiran itupun sebelum acara pertemuan dimulai sampai pertemuan ditutup. PPL ini pula yang menjadi jembatan antara koperasi dan anggotanya.

Tidak ada komentar: