TANGGUNG RENTENG

Dengan System Tanggung Renteng marilah kita tingkatkan kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat

Senin, 18 Juni 2007

Napak Tilas Sistem Tanggung Renteng (bagian I)

Dari sebuah ide menjadi aplikatif dan berkembang menjadi sebuah sistem tanggung renteng. Itulah yang dicoba untuk direkonstruksi dengan fasilitasi Bapak Soebroto dalam .........

Bagi Pengurus Primer Puskowanjati, sistem tanggung renteng sudah dianggap makanan sehari-hari. Bahkan dalam aplikasi, para pengurus primer telah mampu membuat pembaharuan. Tapi karena sudah terlalu jauh melangkah, tidak ada salahnya, kini kita kembali menengok kebelakang. Harapannya dengan menapak tilas kembali perjalanan sistem tanggung akan semakin memantapkan penerapannya. Artinya, dalam membuat kebijakan dan aturan maupun pembinaan pada anggota tetap mengacu pada pola dasar dari sistem tanggung renteng.

Tanggung renteng, ide awalnya dari sekelompok arisan. Kalau hal itu, tentu hampir semua Pengurus Primer Puskowanjati sudah tahu dan mungkin sangat hafal. Tapi mungkin hanya sedikit yang tahu tentang apa maksud dibalik ide tersebut. Awalnya Ibu Zaafril sang pencetus ide, sering memperhatikan prilaku ibu-ibu dalam kumpulan arisan. Dalam kumpulan tersebut ternyata ada proses pembelajaran diantara anggota kumpulan.

Dalam kumpulan, anggota mengasah empati yang mendorong mereka untuk saling tolong. Bila ada anggota yang tak membayar arisan maka anggota lain menalangi dulu.agar anggota yang mendapat arisan bisa menerima penuh. Pola inilah yang kemudian ditangkap Ibu Zaafril menjadi sebuah ide pemberdayaan perempuan. Rasa tolong menolong yang kuat diantara anggota kumpulan arisan karena diantara anggota bisa ikut merasakan kesulitan anggota lainnya.

“Ibu itukan mentri rumah tangga, jadi ia harus pinter dan mampu mengelola rumah tangga” itulah yang dicita-citakan Ibu Mursia Zaafril. Idepun terus berkembang, dari ibu-ibu yang berkelompok hingga pembentukan koperasi sebagai wadahnya. Tepatnya 1954 terbentuklah Koperasi Setia Bhudi Wanita. Pilihan koperasi saat itu banyak didorong oleh konsepsi koperasi sebagai alat perjuangan. Dan ternyata memang benar, terbentuknya koperasi telah mampu mendukung perkembangan kegiatan kelompok.

Waktu itu namanya masih tanggung menanggung, tapi kemudian dirubah menjadi tanggung renteng pada 1977. Dalam perkembangan selanjutnya tanggung renteng telah menjadi sebuah sistem untuk koperasi khususnya simpan pinjam. Dan sebagai sistem pengertiannya kemudian, bila dalam satu kelompok ada hal yang menyimpang atau tidak memenuhi persyaratan maka akibat atau konsekuensinya ditanggung oleh semua anggota dalam kelompok.

Dengan sistem tersebut diharapkan akan terjadi proses pembelajaran ditingkat anggota dalam satu kelompok. Dengan demikian kelompok bisa dijadikan sarana untuk mencerdaskan atau meningkatkan kualitas ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok tanggung renteng. Dalam kelompok mereka akan belajar mengambil keputusan secara rasional, terutama dibidang keuangan. Kemampuan ini pula yang akan teraplikasi dalam kehidupan rumah tangga mereka. Dan inilah salah satu tahapan dalam upaya pemberdayaan perempuan sebagaimana ide awal tanggung renteng.

Waktu terus bergulir, jumlah kelompok dalam koperasi terus bertambah dan pengurus koperasi tidak bisa lagi efektif dalam melakukan pembinaan. Saat itulah muncul pengembangan model pembinaan anggota dan kelompok yang dilakukan PPL (Petugas Pembina Lapangan). Karena pembinaan terus menerus dalam sistem tanggung renteng merupakan sebuah kebutuhan yang tak bisa ditinggalkan. Sebab tanpa pembinaan secara terus menerus akan sulit dicapai adanya perubahan sikap dan prilaku sebagaimana diinginkan.

Perkembangan selanjutnya tidak hanya pola pembinaan yang berubah. Tapi tatanan dalam kelompok juga berubah. Kalau tadinya menggunakan istilah ketua kelompok dirubah menjadi Penanggung Jawab (PJ) kelompok. Perubahan ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesan adanya penguasa dalam kelompok. Sementara dengan istilah PJ maka sifatnya hanyalah sebagai koordinator. Dengan demikian penanganan masalah administratif bisa dilakukan secara bersama-sama dalam koordinasi PJ.

Dengan pola tersebut, setiap anggota bisa terlibat dalam proses sistem kelompok tanggung renteng. Sehingga proses pembelajaran juga terjadi pada setiap diri anggota. Mereka akan merasa terlibat sehingga mereka juga akan belajar bertanggung jawab atas semua yang dilakukan. Karena tidak bertanggung jawab berarti akan menyusahkan diri sendiri dan kelompoknya.

Dari aplikasi sistem tanggung renteng ini akhirnya ditemukan bahwa sistem tanggung renteng dapat mengendalikan resiko bisnis dalam kegiatan simpan pinjam. Karena masalah yang terjadi ditingkat anggota akan diselesaikan dalam kelompok. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, kelompok – kelompok inipun membuat aturan untuk bisa mengendalikan resiko dalam kelompok. Tentunya aturan itupun tidak boleh bertentangan dengan aturan atau ketentuan di koperasinya. Dan aturan itupun harus didasarkan atas kesepakatan bersama. (gt)

Lebih lengkapnya klik aja ke http://www.puskowanjati.com

Tidak ada komentar: